Budaya Sex Bebas Menjeraat Remaja

Diposting oleh Pengurus Daerah Pelajar Islam Indonesia Pasee | 20.29 | | 0 komentar »


Lebih dari 500 video porno udah dibuat dan diedarkan di Indonesia. Kebanyakan video amatir hasil rekaman kamera ponsel”. Demikian hasil penelitian seorang Sony Set. Praktisi pertelevisian sekaligus penulis buku bertajuk, “500 plus, Gelombang Video Porno Indonesia”. Parahnya, “Sebanyak 90 % pembuat video porno itu berasal dari kalangan anak muda, dari SMP sampai mahasiswa. Sisanya dari kalangan dewasa,” Lanjut Sony.
Gile bener. Serem juga ya ngeliat data di atas. Asli. Permasalahan dunia pendidikan ternyata nggak cuman mentok di biaya sekolah yang melangit atau nasib tenaga pengajar yang nggak wajar. Tapi merembet juga ke perilaku anak didik yang kian bebas tanpa batas. Kasus tawuran antar pelajar atau narkoba yang menjerat remaja aja masih belon beres bener. Lha kini, hadir budaya mesum yang banyak menggoda remaja untuk jadi pemuja syahwat. Pegimane urusannye ini?

Gaya Hidup Mesum Oriented

Awalnya, mungkin diajak temen untuk nonton film biru yang banyak dijual di lapak kaki lima. Setelah kenal internet, mulai berani mampir ke situs porno yang meraja lela di dunia maya. Dan ketika teknologi ponsel makin canggih, aktif tuker-tukeran ‘produk pembangkit syahwat’ via bluetooth atau infra red dengan teman. Saking seringnya dicekoki konten porno, otak remaja makin tumpul. Yang ada dipikirannya nggak jauh dari persoalan di bawah perut dan di atas lutut. Endingnya, banyak remaja yang terpancing untuk jadi aktifis seks bebas. Inilah cerminan gaya hidup berorientasi mesum yang mulai gencar ngecengin remaja.

Sebelum ponsel berkamera banyak dipake, perilaku seks remaja jarang bocor ke publik. Karena nggak ada bukti memadai, isu seputar gaya hidup seks bebas remaja sering dianggap terlalu dibesar-besarkan. Tapi kini, masyarakat bisa ngeliat dengan mata kepala sendiri. Betapa liarnya perilaku seks remaja. Dari hari ke hari, rekaman mesum remaja banyak diungkap oleh media.

Masyarakat pernah dihebohkan oleh rekaman video porno sepasang mahasiswa berjudul ‘Bandung Lautan Asmara’. Sejak saat itu, dalam setiap razia ponsel yang berfasilitas kamera dan pemutar video 3gp yang digelar sekolah, banyak pelajar yang menyimpan video porno dalam ponselnya. Dari pose bugil sampe adegan persetubuhan dua remaja berlainan jenis.

Ada rekaman adegan mesum seorang siswi berseragam SMP di Temanggung dengan seorang siswa SMU berdurasi 38 detik. Ada rekaman porno yang diduga dilakukan pelajar salah satu SMA negeri di Madiun berdurasi 50 detik. Di Banjarmasin, marak juga peredaran video porno made in pelajar yang diberi judul Asmara Banjarbaru. Begitu juga di kota-kota lain seperti Jakarta, Semarang, Kediri, Bandung, hingga Medan. Ini kaya laporan perkiraan cuaca aja.

Kasus yang paling bikin geger terjadi pada akhir 2005. Di “kota santri” Cianjur, Jawa Barat beredar rekaman porno sepasang pelajar, yang belakangan diketahui sebagai siswa-siswi SMAN 2 Cianjur. Gokilnya, adegan mesum itu diambil di dalam ruangan kelas ketika temen-temennya lagi beristirahat di luar ruangan. Dewan Guru SMAN 2 Cianjur pun langsung memecat sebelas siswa yang terbukti terlibat dalam pembuatan video porno itu.

Selain berperilaku seks bebas, budaya mesum juga menyeret remaja ke dalam gaya hidup narsis (cinta diri) dan ekshibisionis (pamer diri). Sehingga remaja putri sering kedapetan berani tampil seksi dan menggoda di depan kamera ponsel atau webcam saat chatting dengan lawan jenisnya.

Seperti kasus foto bugil “Yuk Kota Mojokerto”, di akhir tahun 2005 yang beredar luas di dunia maya. Sebuah website menyambut tamunya dengan tulisan “Hot News!, Finalis Yuk Kota Mojokerto 2005, She was study on SMA 1 Puri Mojokerto.” Di dalamnya terdapat lima buah foto seorang gadis yang diduga sebagai Endang Christy Handayani, di atas ranjang dalam keadaan polos tanpa sehelai benang pun. Meski Christy membantah, namun kasus itu telanjur membuat statusnya sebagai Puteri Mojokerto dicopot. (penapendidikan.com, 02/04/08)

Pren, kasus Cianjur atau Mojokerto, cuman sebagian kecil aja yang nongol ke permukaan media. Ibaratnya fenomena gunung es, dibawahnya masih banyak rekaman video porno atau pose bugil made in pelajar. Udah banyak yang dilakukan ortu atau pihak sekolah guna mengerem laju perilaku remaja yang makin liar ini. Namun hasilnya masih belum kelihatan. Makanya kita mesti tahu dulu apa penyebabnya, biar solusinya tepat bin jitu van tokcer. Betul?

Produk Permisifisme Barat

Sejumlah penelitian yang dilakukan terhadap para remaja menunjukkan kecenderungan revolusi perilaku remaja dalam urusan seks. Seperti hasil survei Synovate Research tentang perilaku seksual remaja (15 - 24 tahun) di kota Jakarta, Bandung, Surabaya dan Medan, September 2004. Hasilnya, 44% responden mengaku mereka sudah pernah punya pengalaman seks di usia 16-18 tahun. Sementara 16% lainnya mengaku pengalaman seks itu sudah mereka dapat antara usia 13-15 tahun. Selain itu, rumah menjadi tempat paling favorit (40%) untuk melakukan hubungan seks. Sisanya, mereka memilih hubungan seks di kos (26%) dan hotel (26%). (penapendidikan.com, 02/04/08)

Penelitian mutakhir dilakukan oleh Dr Rita Damayanti saat meraih program doktoralnya di Fakultas Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia. Ia meneliti 8.941 pelajar dari 119 SMA atau yang sederajat di Jakarta, tahun 2007 lalu. Hasilnya, sekitar 5% pelajar telah melakukan perilaku seks pranikah. (idem)

Salah satu faktor yang paling berpengaruh dalam perubahan perilaku remaja dalam urusan seks adalah masuknya budaya barat ke negara berkembang seperti Indonesia. Banyaknya media remaja yang getol menyajikan budaya Barat semakin mendekatkan remaja pada kehidupan serba boleh (permissif ) alias bebas berbuat selama nggak ganggu orang lain. Termasuk dalam urusan seks.

Karena di beberapa negara Barat, perilaku seks bebas remaja emang tinggi banget. Pitchkal (2002) melaporkan bahwa di AS, 25% anak perempuan berusia 15 tahun dan 30% anak laki-laki usia 15 tahun telah berhubungan intim. Di Inggris, lebih dari 20% anak perempuan berusia 14 tahun rata-rata telah berhubungan seks dengan tiga laki-laki. Di Spanyol, dalam survei yang dilakukan tahun 2003, 94,1% pria hilang keperjakaannya pada usia 18 tahun dan 93,4% wanita hilang keperawanannya pada usia 19 tahun. (Iwan Januar, ’Sex Before Married?’, 2007).

Sikap permissif remaja dalam urusan seks juga dikampanyekan oleh film-film remaja produksi luar negeri. Seperti film American Pie. Film ini dengan gamblang mengupas budaya mesum di kalangan remaja amerika. Mulai dari perilaku anak cewek yang doyan mengekspos daya tarik seksualnya, cara berpikir mayoritas remaja yang beorientasi seks, hingga ’perjuangan’ untuk melepaskan keperjakaan atau keperawanan saat prom night. Dan sialnya, kampanye budaya mesum secara terselubung juga sering kedapatan dalam tayangan sinetron remaja atau film layar lebar produksi lokal.

Otomatis dong, remaja pribumi yang imut-imut mulai berani bertingkah amit-amit. Dr Rita Damayanti bilang, perilaku permisif remaja dalam masalah seks berawal dari proses pacaran. Masuknya budaya luar lewat hiburan, bikin remaja kian bebas dalam berpacaran. Berdasarkan penelitiannya, perilaku remaja laki-laki menjadi jauh lebih agresif dibandingkan dengan remaja perempuan. Mereka tak hanya terbiasa dengan ciuman bibir, tapi sudah berani melakukan hal-hal yang lebih jauh, mulai dari meraba dada, hingga akhirnya melakukan seks pranikah.

Makanya, jauh-jauh hari Islam udah bilang supaya menjauhi aktivitas pacaran before married yang pastinya mendekati zina. Tapi kita sering ngotot kalo masih bisa jaga diri. Emang, diri kita jaga biar nggak ketahuan karena gerakan tangan grapa-grepe ke sana-sini. Padahal jelas-jelas Allah swt ngingetin kita dalam firman-Nya:

ŸDan janganlah kamu mendekati zina; Sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan yang keji. dan suatu jalan yang buruk. (QS. Al-Isrâ (17): 32)

Selamatkan Remaja Dengan Islam

Biar budaya mesum nggak makin banyak makan korban, kudu ada penanganan serius dari semua pihak. Karena budaya mesum nggak cuman bikin moral dan masa depan remaja hancur berantakan. Tapi juga turut menyeret remaja dalam perilaku aborsi, penularan penyakit menular seksual, hingga prostitusi. Dan keliatannya, Islam sebagai landasan hukum yang pasti dan terperinci kudu dipake masyarakat dan negara untuk menahan laju serangan budaya mesum.

Dalam Islam, tentu saja negara kudu aktif menertibkan pornografi-pornoaksi dan pelaku seks bebas. Karena kalo dibiarkan apalagi dilokalisasi, sama aja melestarikan budaya mesum. Untuk itu Islam dengan tegas menghukum pelaku zina yang belum menikah (perjaka dan gadis) dengan sanksi jilid (dera) sebanyak 100 kali plus “bonus” pengasingan selama satu tahun. Sabda Nabi saw, “Perawan dan bujang (yang berzina) didera seratus kali dan dibuang selama setahun.” (HR. Muslim). Sementara kalo pelakunya udah merit, hukumannya lebih berat lagi. Dirajam hingga mati. Moga-moga pada nyadar ya...

Masyarakat juga mesti aktif mencegah penyemaian benih-benih budaya mesum. Kalo ada yang pacaran, terus mojok berdua di tempat sunyi, tegor aja. Jangan nunggu sampe bunting dulu. Kalo serius berhubungan, segera deh lanjut ke pelaminan. Kalo cuman maen-maen, mending nggak daripada manen dosa tiap hari. Bukannya kita mo ikut campur, cuman ngejaga lingkungan dari murka Allah swt. Rasul saw bersabda, “Jika zina dan riba telah merajalela pada suatu desa, maka Allah mengizinkan kehancurannya.” (HR. Abu Ya’la).

Terakhir, kedudukan kita sebagai manusia jauh lebih mulia dibanding cacing tanah, ulet keket, dan sejenisnya. So, jangan rendahkan diri kita dengan menganut gaya hidup permissif atau budaya mesum yang menuhankan hawa nafsu. Allah swt berfirman:

Terangkanlah kepadaku tentang orang yang menjadikan hawa nafsunya sebagai Tuhannya. Maka apakah kamu dapat menjadi pemelihara atasnya? Atau apakah kamu mengira bahwa kebanyakan mereka itu mendengar atau memahami. mereka itu tidak lain, hanyalah seperti binatang ternak, bahkan mereka lebih sesat jalannya (dari binatang ternak itu). (QS. Al-Furqân [25]: 43-44)

Makanya, selain penerapan hukum Islam oleh negara dan kepedulian masyarakat, pembinaan mental dan keimanan remaja juga kudu dilakukan guna membentengi remaja dari budaya mesum dan sikap permissif. Sehingga lahir rasa malu bermaksiat dan takut kepada azab Allah swt yang akan menjaga martabat remaja meski jauh dari pengawasan ortu atau guru. Jadi, ayo kita selamatkan remaja dari jeratan budaya kapitalis sekuler dengan Islam. Ikut ngaji, siapa takut! [hafidz/bukamata/syabab.com]


Selengkapnya »»

Selamatkan Anak dari Pornografi

Diposting oleh Pengurus Daerah Pelajar Islam Indonesia Pasee | 20.26 | | 0 komentar »

Menteri Negara Pem ber dayaan Perempuan Meutia Hatta mengajak semua pihak untuk menyelamatkan moral anak-anak bangsa agar tak terjerumus dalam pengaruh bu ruk pornografi dan pornoaksi. ‘’Kita tidak boleh membuat anak-anak kita tak bermoral,'' tegas Meutia dalam Ha lal bi halal dan Diskusi Strategis Ja ringan Pendukung Bahaya Por nografi di Jakarta, Kamis (16/10).
Sejumlah ormas keagamaan dan kewanitaan hadir dalam acara tersebut, antara lain KPI, Renakta Polri, KPAI, Kowani, Masyarakat Tolak Por nografi, LSM Jangan Bugil Depan Kamera, Aliansi Selamatkan Anak Indo nesia (ASA), dan Forum Umat Islam.Lebih lanjut Meutia Hatta me egaskan bahwa RUU Pornografi adalah da lam upaya menyelamatkan moral bangsa tersebut. Karenanya, kata Men teri, perlu didukung semua pihak. ''RUU itu juga membuat tatanan ma syarakat yang baik, berahlak mulia dan supaya tak termakan hal-hal bu ruk pornografi. Apa kah kita ingin me lihat generasi muda kita rusak? Kan tidak,'' papar Meutia.

Diceritakan Meutia, bahwa ia se ring berkunjung ke Lembaga Pemasyara kat an Anak dan banyak menemui anak usia delapan hingga 12 tahun ditahan dalam Lapas tersebut karena kasus pen cabulan. ''Ini sudah sangat memprihatinkan,'' katanya.

Pada kesempatan itu, Fera Ariefah, dari ASA menegaskan bahwa selama ini telah terjadi pemelintiran pemberi taan dimedia massa terkait RUU Pornografi. ''MUI Bali, HTI bahkan Ibu Menteri Meutia Hatta dipelintir oleh me dia, dikatakan bahwa mereka menolak RUU Pornografi ini. Setelah kami cek, ternyata mereka mengaku tidak demikian dan pernyataan-pernyataan mereka telah dipelintir, bahkan wartawan yang bersang kutan ternyata tidak pernah melakukan wawancara terhadap mereka,'' tegas Fera.

Pada kesempatan terpisah di kantor Majelis Ulama Indonesia (MUI) Sejum lah organisasi yang tergabung dalam Aliansi Pemuda Peduli Moral Bangsa, menyatakan mendukung segera disahkannya RUU Pornografi. ‘’Por no grafi berpengaruh negatif pada gene rasi muda,’‘ ujar Nur Amelia Kahar, koordinator aliansi yang beranggotakan Pelajar Islam Indonesia, HMI MPO, Kesatuan Aksi Mahasiswa Muslim Indonesia, Lembaga Dakwah Kam pus Institut Pertanian Bogor, Forum Indonesia Muda, Kohati MPO, SALAM Universitas Indonesia, GPI Putri, Rumah Belajar, Brigade PII, Korpus PII Wati, serta Aliansi Pemuda Sela matkan Bangsa.

Ia mengutip data dari survei Yayasan Kita dan Buah Hati tahun 2005 me nun jukkan bahwa lebih dari 80 persen anak usia 9-12 tahun di Jadebotabek te lah mengakses materi pornografi. Ia me rinci data perolehan materi por nografi itu: 25 persen melalui telepon genggam, 20 persen dari situs porno in ternet, 12 persen dari majalah, 12 persen dari film/VCD/DVD. ‘’Sementa ra remaja usia 19-24 tahun hampir 97 persen pernah mengakses situs porno,'' papar Amelia. Ia mengutip laporan BBC dan CNN tahun 2001 yang me nyebut Indonesia dan Rusia merupa kan pemasok terbesar materi porno grafi anak.

Bertujuan mulia Sementara itu, Pimpinan Pusat Nasyiatul Aisyiyah me minta rancangan Undang Un dang (RUU) Pornografi yang tengah digodok di DPR diminta untuk diperbaiki lagi agar tidak me nimbulkan kesan bias. ‘’RUU ini sebaiknya segera dituntaskan agar tidak menjadi masalah yang berlarut-larut,’‘ ujar Ketua Umum PP NA, Evi Sofia usai diterima Wakil Presiden Jusuf Kalla, kemarin (16/10). Inayati menyadari RUU ini mempunyai tujuan yang mulia untuk melindungi masyarakat dari bahaya pornografi. ''Tapi kita lihat draftnya perlu diperjelas lagi sehingga tidak bias,'' ujarnya.

Evi mencontohkan pengertian pornografi yang menurutnya perlu dipertajam agar tidak mengandung makna ganda. Ia jugameminta kejelasan mengenai korban pornografi yang bisa disa lahartikan sehingga dapat diskri minalisasi. Lalu ada pula pa sal-pasal pengecualian yang di mintanya diperjelas. ''Masih ada beberapa pasal yang mem buka peluang perdebatan,'' se butnya. Pengurus PP NA beraudiensi dengan Wapres untuk melaporkan rencana Muktamar XI di Makassar 18-21 November 2008. Pada audiensi itu, Wapres meminta NA untuk ikut berkontribusi terhadap penyelesaian RUU ini.

Evi menyadari masyarakat kini terpecah antara yang mendukung dan menentangnya. Ia meminta agar kalangan yang menolak RUU ini untuk menuangkan pikiran-pikirannya dalam bentuk tertulis. Bahkan bila perlu ia menyarankan agar penolak RUU ini membuat RUU Pornografi menurut versinya masing-masing. ''Jangan asal menolak, sehingga masyarakat tidak hanya melihat konflik diluarnya tapi tidak pada substansinya,''imbuhnya. ? osa/djo
Post a Comment



Selengkapnya »»

SEKILAS SEJARAH PII

Diposting oleh Pengurus Daerah Pelajar Islam Indonesia Pasee | 20.04 | | 0 komentar »

PELAJAR ISLAM INDONESIA (PII) didirikan di kota perjuangan Yogyakarta pada tanggal 4 Mei 1947. Para pendirinya adalah Yoesdi Ghozali, Anton Timur Djaelani, Amien Syahri dan Ibrahim Zarkasji.Salah satu faktor pendorong terbentuknya PII adalah dualisme sistem pendi-dikan di kalangan umat Islam Indonesia yang merupakan warisan kolonialisme Be-landa, yakni pondok pesantren dan sekolah umum.
Masing-masing dinilai memiliki orientasi yang berbeda. Pondok pesantren berorientasi ke akhirat sementara seko-lah umum berorientasi ke dunia. Akibatnya pelajar Islam juga terbelah menjadi dua kekuatan yang satu sama lain saling menjatuhkan. Santri pondok pesantren meng-anggap sekolah umum merupakan sistem pendidikan orang kafir karena produk ko-lonial Belanda. Hal ini membuat para santri menjuluki pelajar sekolah umum de-ngan "pelajar kafir". Sementara pelajar sekolah umum menilai santri pondok pe-santren kolot dan tradisional; mereka menjulukinya dengan sebutan "santri kolot" atau santri “teklekan".Pada masa itu sebenarnya sudah ada organisasi pelajar, yakni Ikatan Pelajar Indonesia (IPI). Namun organisasi tersebut dinilai belum bisa menampung aspirasi santri pondok pesantren. Merenungi kondisi tersebut, pada tanggal 25 Februari 1947 ketika Yoesdi Ghozali sedang beri'tikaf di Masjid Besar Kauman Yogyakarta, terlintas dalam pikirannya, gagasan untuk membentuk suatu organisasi bagi para pelajar Islam yang dapat mewadahi segenap lapisan pelajar Islam. Gagasan terse-but kemudian disampaikan dalam pertemuan di gedung SMP Negeri 2 Secodining-ratan, Yogyakarta. Kawan-kawannya yang hadir dalam pertemuan tersebut, antara lain: Anton Timur Djaelani, Amien Syahri dan Ibrahim Zarkasji, dan semua yang hadir kemudian sepakat untuk mendirikan organisasi pelajar Islam.Hasil kesepakatan tersebut kemudian disampaikan Yoesdi Ghozali dalam Kongres Gerakan Pemuda Islam Indonesia (GPII), 30 Maret-1April 1947. Karena banyak peserta kongres yang menyetujui gagasan tersebut, maka kongres kemudi-an memutuskan melepas GPII Bagian Pelajar untuk bergabung dengan organisasi pelajar Islam yang akan dibentuk. Utusan kongres GPII yang kembali ke daerah-daerah juga diminta untuk memudahkan berdirinya organisasi khusus pelajar Islam di daerah masing-masing.Menindaklanjuti keputusan kongres, pada Ahad, 4 Mei 1947, diadakanlah per-temuan di kantor GPII, Jalan Margomulyo 8 Yogyakarta. Pertemuan itu dihadiri Yoesdi Ghozali, Anton Timur Djaelani dan Amien Syahri mewakili Bagian Pelajar GPII yang siap dilebur di organisasi pelajar Islam yang akan dibentuk, Ibrahim Zarkasji, Yahya Ubeid dari Persatuan Pelajar Islam Surakarta (PPIS), Multazam dan Shawabi dari Pergabungan Kursus Islam Sekolah Menengah (PERKISEM) Surakarta serta Dida Gursida dan Supomo NA dari Perhimpunan Pelajar Islam Indonesia (PPII) Yogyakarta. Rapat yang dipimpin oleh Yoesdi Ghozali itu kemudian memutuskan berdirinya organisasi Pelajar Islam Indonesia (PII) tepat pada pukul 10.00, 4 Mei 1947.Untuk memperingati momen pembentukan PII, maka setiap tanggal 4 Mei di-peringati sebagai Hari Bangkit PII (HARBA PII). Hal ini karena hari itu dianggap se-bagai momen kebangkitan dari gagasan yang sebelumnya sudah terakumulasi, se-hingga tidak digunakan istilah hari lahir atau hari ulang tahun.

Ketua Umum PB PII dari Periode ke Periode

Joesdi Ghazali (1947)
Noersjaf (1947-1948)
Anton Timoer Djailani (1948-1950), (1950-1952)
Ridwan Hasjim (1952-1954)
Amir Hamzah Wirjosoekanto (1954-1956)
Ali Undaja (1956-1958)
Wartomo Dwijuwono (1958-1960)
Thaher Sahabuddin (1960-1962)
Ahmad Djuwaeni (1962-1964)
Syarifuddin Siregar Pahu (1964-1966)
A. Husnie Thamrin (1966)
Utomo Dananjaya (1966-1969)
Hussein Umar (1966-1969), (1969-1973)
Usep Fathuddin (1969-1973)
Yusuf Rahimi (1973-1976)
Ahmad Joenanie Aloetsjah (1976-1973)
Masyhuri Amin Mukhri (1979-1983)
Mutammimul Ula (1983-1986)
Chalidin Yacobs (1986-1989)
Agus Salim (1989-1992)
Syaefunnur Maszah (1992-1995)
Abdul Hakam Naja (1995-1998)
Djayadi Hanan (1998-2000)
Abdi Rahmat (2000-2002)
Zulfikar (2002-2004)
Delianur (2004-2006)
Muh. Zaid Markarma (2006-2008)




Selengkapnya »»

Sekretariat PII Aceh Utara Dan Lhokseumawe

Diposting oleh Pengurus Daerah Pelajar Islam Indonesia Pasee | 19.48 | 0 komentar »


Sekretariat PII Aceh Utara Dan Lhokseumawe (Jalan Iskandar Muda No 1.Lhokseumawe)

Selengkapnya »»